Latest News

Indomie VS Mie Sedaap


Saya punya kebiasaan, setiap kali ke luar negeri, selalu bawa mie instan. Untuk variasi menu makan, ketika nggak cocok dengan menu di luar negeri. Ketika keliling ke Eropa bersama keluarga beberapa tahun lalu, kami penuhi satu koper itu dengan aneka makanan dan cemilan, plus bumbu atau sambal. Yang paling banyak kami bawa saat itu adalah mie instan. Untuk mie instan, kami hanya menyukai dua merek: Indomie dan Mie Sedaap. 

Dan di pasar mie instan, dua merek itu lah yang sejauh ini bersaing dan paling banyak merebut hati konsumen. Merujuk dari Top Brand Indek 2024, Indomie menempati posisi pertama dengan indeks 71,20 persen, disusul oleh Mie Sedaap pada posisi kedua dengan indeks 13,90 persen. Memang, cukup jauh selisihnya antara Indomie dan Mie Sedaap. Prosentase Indomie berada jauh melebihi Mie Sedaap karena memang lndomie lebih dulu mem-penetrasi pasar mie instan, yakni sejak 1970. Kala itu, varian yang pertama kali diproduksi adalah “Indomie Kuah Rasa Kaldu Ayam”. Selanjutnya, tahun 1982 mulai diluncurkan varian “Indomie Rasa Kari Ayam”. Dan pada 1983, meluncurkan varian goreng dari Indomie. Sedangkan Mie Sedaap pertama kali dilaunching ke pasar pada 2003. Jauhnya jarak launching antara Indomie dan Mie Sedaap ini lah yang membuat Indomie hingga kini masih merajai pasar mie instan di Indonesia. Mie Sedaap masih sangat sulit mengalahkan dominasi Indomie di pasar mie instan tanah air. 

Mie Sedaap adalah salah satu produk dari Grup Wings. Perusahaan dari Surabaya ini dalam memproduksi dan memasarkan produk-produknya (selain Mie Sedaap ada So Klin, Ciptadent, Mama Lemon, Enerjoss, dan lain-lain) kebanyakan menggunakan strategi “critical margin”. Ini adalah strategi yang menyebutkan, bahwa di setiap pertempuran, semakin dekat jarak kita dengan lawan, maka semakin banyak kesempatan untuk mengalahkannya. 

Kaidah dalam strategi “critical margin” ini termasuk kontroversial. Sebab, berlawanan dengan kaidah yang berlaku selama ini: Yakni dalam persaingan bisnis, kita dianjurkan untuk membuat jarak sejauh mungkin dengan kompetitor. Logikanya, semakin jauh jarak persaingan (dengan kompetitor), maka semakin kecil kemungkinan kompetitor mengejar kita. Ini linier dengan teori diferensiasi, yang menyebutkan bahwa semakin besar perbedaan kita dengan kompetitor akan semakin mudah konsumen membedakan produk kita dengan pesaing. Jadi, teori ini sangat menekankan adanya jarak dalam persaingan dan menciptakan perbedaan. 

Sedangkan strategi “critical margin” tidak demikian. Kaidah dalam strategi itu malah dianjurkan untuk mendekati lawan (kompetitor). Dan ini yang dilakukan Grup Wings. Pertama, mereka mencari pemimpin pasar di setiap kategori. Selanjutnya, mereka menciptakan produk yang memiliki “critical margin”, lalu berhasil mengambil pasar kebanyakan pemimpin pasar tersebut. 

Ketika Grup Wings akan menciptakan produk mie instan, yang dibidik sebagai pemimpin pasar adalah Indomie. Maka, diciptakan lah produk (Mie Sedaap) yang memiliki “critical margin” dengan Indomie. Ketika diluncurkan, Mie Sedaap tahu persis bahwa kebiasaan orang Indonesia adalah bukan makan mie semata. Tetapi memakan mie dengan nasi. Mie seringkali dijadikan pengganti lauk yang murah dan praktis. Untuk itu, harus diciptakan “critical margin” baru yang efektif. Karena mie dijadikan lauk, maka mie yang disantap harus lebih sedap dan memiliki aroma yang mengundang selera. Maka, pada Mie Sedaap ditambahkan bawang goreng, yang sebelumnya tidak ada pada daftar bumbu pada Indomie. Ini lah yang membuat rasa Mie Sedaap menjadi kriuk-kriuk lezat, dan berbeda dengan Indomie. Ini lah kunci rahasia dibalik kesuksesan Mie Sedaap. 

Jadi, strategi “critical margin” yang diterapkan Grup Wings dalam memproduksi dan memasarkan produk-produknya, mengajarkan kepada kita, bahwa dalam persaingan bisnis, strategi yang diterapkan tidak selalu harus tegak lurus dengan kaidah-kaidah marketing. Tak ada salahnya (sesekali) menggunakan kaidah-kaidah anti-marketing, salah satunya adalah “critical margin”. Bagaimana menurut Anda? (kritik dan saran:ibnuisrofam@gmail.com/IG:kum_jp)

Marketing On Wednesday #156
210824; By Kurniawan Muhammad, Marketing Practitioner